Lau adalah makhluk cryptid yang dilaporkan dari rawa-rawa Sungai Nil Putih, di tempat yang sekarang dikenal sebagai Sudan Selatan.
Lau digambarkan sebagai binatang menyerupai ular berukuran besar dengan tonjolan di wajah seperti sungut atau jambul, dan makhluk ini mungkin identik dengan lukwata dari Danau Victoria.Nama lain dari makhluk ini adalah Jâk, jak-anywong, nyāl, lua.
Lau pertama kali disebutkan pada tahun 1923 oleh Henry Cecil Jackson yang melaporkan bahwa ada dua jenis python diketahui hidup di Nuer country, sementara jenis yang ketiga, yaitu Lau, yang menurutnya bisa jadi hanyalah khayalan, telah dirumorkan keberadaannya.
Jackson percaya bahwa orang Shilluk mengenal Lau sebagai nyāl, nama yang digunakan Nuer untuk ular sanca.
Naturalis John Guille Millais kemudian menyelidiki kisah Lau saat bepergian di Sungai Nil, dan secara khusus menerima informasi dari operator telegram Malakal dan pemburu bernama Stephens. Makhluk ini juga kemudian diselidiki oleh kapten William Hichens.
Saat ini, masyarakat Dinka Kilo mengaku sering mendengar dentuman Lau.
Setelah membaca laporan Bernard Heuvelmans tentang Lau dalam On the Track of Unknown Animals (1955), pada tahun 1959, Thomas Richard Hornby Owen (mantan Gubernur Bahr el-Ghazal) menulis dan memberi informasi tentang Lau kepada Heuvelmans, yang oleh orang Dinka dikenal sebagai jâk-anywong ("Roh Penghukum") atau hanya jâk.
Pada tahun berikutnya, Owen menerbitkan beberapa informasi di Hunting Big Game With Gun and Camera in Africa (1960).
The Jak-anywong sangat mitologi, karena digambarkan sebagai binatang sepanjang 3 mil dengan kumis seperempat mil. Namun, Owen juga menggambarkan tentang kemungkinan penampakan langsungnya.
Lau umumnya dilaporkan di rawa-rawa Bahr al-Arab dan Bahr el Ghazal, serta di Adar Marshes dan Bahr el Zeraf. Owen menggambarkan habitat favorit Lau adalah perairan yang tenang dan dalam dengan banyak bunga lili dan rumput rawa.
Menurut cerita yang dikumpulkan Jackson, Lau adalah sejenis python dengan tubuh raksasa, yang dapat tumbuh hingga berukuran 40 kaki (12 meter) atau lebih, dengan tubuh yang sangat tebal. Namun, makhluk ini tidak selalu dikatakan begitu besar, terkadang Lau digambarkan tidak lebih dari 12 inci, lebih kecil dari banyak ular piton batu.
Stephens memberikan ukuran yang lebih besar, mengklaim bahwa makhluk itu sebesar antara 40 dan 100 kaki, dengan tubuh sebesar keledai atau kuda.
Stephens memberikan ukuran yang lebih besar, mengklaim bahwa makhluk itu sebesar antara 40 dan 100 kaki, dengan tubuh sebesar keledai atau kuda.
Lau dikatakan memiliki kulit berwarna coklat muda atau kuning tua. Nuer menggambarkannya memiliki semacam tonjolan, meskipun sifatnya bervariasi, beberapa mengatakan ia memiliki jambul pendek, mengingatkannya pada jambul bangau bermahkota, sementara yang lain menggambarkannya memiliki rambut yang panjang yang digunakan untuk mencengkeram korbannya.
Informan Stephen setuju dengan versi terakhir yang mengklaim bahwa Lau memiliki tentakel besar atau tebal, serta rambut tipis di kepalanya. Makhluk ini juga memiliki tonjolan di bagian bawahnya, sepanjang sekitar 5 inci, di antara umbilikus dan ekor.
Nuer menggambarkannya sebagai makhluk yang menghuni lubang di tepi sungai dan rawa-rawa dan meninggalkan jejak yang khas ketika melintasi daratan. Selama musim hujan, Lau dikatakan bergemuruh seperti gajah.
Nuer sangat takut terhadap makhluk itu, dan mengklaim bahwa penampakan sekilas dari Lau berarti kematian, meskipun penduduk sering menggunakan tulang Lau, yang dianggap sebagai jimat.
Penampakan
Jackson dan Stephens mengumpulkan sejumlah kecil penampakan (tidak bertanggal), serta pembunuhan terhadap Lau di tahun 1914.
Jackson mendengar bahwa spesimen berukuran 12 kaki terlihat di Bahr al Zeraf beberapa tahun sebelum 1923, dan melaporkan bahwa individu terbesar yang pernah dia dengar adalah berukuran lebih dari 40 kaki, yang terlihat dan dibunuh di dekat Wau, sekitar 40 tahun sebelumnya.
Menurut Stephens, Abrahim Mohamed (karyawan perusahaan telegraf) mengklaim telah melihat Lau yang terbunuh di dekat Raub, di sebuah desa bernama Bogga.
Seorang pria Zande bernama Rabah Rinbi dari Wau, melaporkan bahwa monster serupa juga telah terbunuh di rawa-rawa dekat desanya.
Stephens juga mengklaim telah bertemu seorang administrator Belgia di Rejaf, yang :
"Baru saja datang dari Kongo dan mengatakan bahwa dia yakin akan keberadaan Lau, karena dia telah melihat salah satu ular besar ini di rawa dan menembakinya beberapa kali, tetapi pelurunya tidak berpengaruh. Dia juga menyatakan bahwa monster itu membuat jejak besar di rawa saat melewati air yang dalam."
Owen mengirim deskripsi tentang kemungkinan pertemuan Lau ke Heuvelmans pada tahun 1959, yang kemudian diterbitkan dalam buku Hunting Big Game With Gun and Camera in Africa (1960) dan Sudan Days (2016).
Menurut Owen, ketika di Bahr al-Arab, pada suatu hari yang panas di bulan Maret 1947, salah satu sahabat Owen menembak seekor bebek yang jatuh ke dalam air. Karena anak Owen (Dinka( menolak untuk mengambilnya karena takut, pria yang menembaknya menyelam untuk mengambil bebek yang jatuh ke dalam aiar.
"Dia (pria itu) telah berada lebih dari setengah jalan ketika dia melambat, berhenti untuk bergerak maju dan berkata, 'Ada sesuatu di sana'."
Sesaat kemudian dia berteriak, 'Ya Tuhan ! saya masuk ! dan tenggelam di bawah permukaan."
Saya melompat masuk, berpakaian lengkap, meraihnya dan bersama-sama kami sampai ke tepi dan saling membantu, sementara Dinka telah melarikan diri.
Setengah jam kemudian, para Chief keluar menemui Komisaris Distrik senior dan berkata, "Itu sangat beruntung, kami belum mengetahui Jak menyentuh orang Arab atau Eropa sebelumnya."
(Makhluk itu) membawa salah satu orang kita dari kano tiga hari yang lalu, dan di tepi di sana, ada isi perut banteng yang harus kita sembelih untuk menenangkan makhluk itu.
Pada tahun 1914, seekor Lau besar diduga dibunuh oleh Shilluks di Rawa Adar, dekat tempat yang disebut koro-a-ta.
Stephens memperoleh beberapa tulang leher dari Shilluk bernama Bilaltut, dan mengirimkannya ke Jackson, yang kemudian mengirimkannya ke British Museum.
Menurut Stephens, tidak ada identitas yang diberikan oleh pihak museum, meskipun Jackson mengatakan kepada Millais bahwa tulang-tulang itu mungkin milik ular piton batu biasa.
Jackson dan Stephens mengumpulkan sejumlah kecil penampakan (tidak bertanggal), serta pembunuhan terhadap Lau di tahun 1914.
Jackson mendengar bahwa spesimen berukuran 12 kaki terlihat di Bahr al Zeraf beberapa tahun sebelum 1923, dan melaporkan bahwa individu terbesar yang pernah dia dengar adalah berukuran lebih dari 40 kaki, yang terlihat dan dibunuh di dekat Wau, sekitar 40 tahun sebelumnya.
Menurut Stephens, Abrahim Mohamed (karyawan perusahaan telegraf) mengklaim telah melihat Lau yang terbunuh di dekat Raub, di sebuah desa bernama Bogga.
Seorang pria Zande bernama Rabah Rinbi dari Wau, melaporkan bahwa monster serupa juga telah terbunuh di rawa-rawa dekat desanya.
Stephens juga mengklaim telah bertemu seorang administrator Belgia di Rejaf, yang :
"Baru saja datang dari Kongo dan mengatakan bahwa dia yakin akan keberadaan Lau, karena dia telah melihat salah satu ular besar ini di rawa dan menembakinya beberapa kali, tetapi pelurunya tidak berpengaruh. Dia juga menyatakan bahwa monster itu membuat jejak besar di rawa saat melewati air yang dalam."
Owen mengirim deskripsi tentang kemungkinan pertemuan Lau ke Heuvelmans pada tahun 1959, yang kemudian diterbitkan dalam buku Hunting Big Game With Gun and Camera in Africa (1960) dan Sudan Days (2016).
Menurut Owen, ketika di Bahr al-Arab, pada suatu hari yang panas di bulan Maret 1947, salah satu sahabat Owen menembak seekor bebek yang jatuh ke dalam air. Karena anak Owen (Dinka( menolak untuk mengambilnya karena takut, pria yang menembaknya menyelam untuk mengambil bebek yang jatuh ke dalam aiar.
"Dia (pria itu) telah berada lebih dari setengah jalan ketika dia melambat, berhenti untuk bergerak maju dan berkata, 'Ada sesuatu di sana'."
Sesaat kemudian dia berteriak, 'Ya Tuhan ! saya masuk ! dan tenggelam di bawah permukaan."
Saya melompat masuk, berpakaian lengkap, meraihnya dan bersama-sama kami sampai ke tepi dan saling membantu, sementara Dinka telah melarikan diri.
Setengah jam kemudian, para Chief keluar menemui Komisaris Distrik senior dan berkata, "Itu sangat beruntung, kami belum mengetahui Jak menyentuh orang Arab atau Eropa sebelumnya."
(Makhluk itu) membawa salah satu orang kita dari kano tiga hari yang lalu, dan di tepi di sana, ada isi perut banteng yang harus kita sembelih untuk menenangkan makhluk itu.
Pada tahun 1914, seekor Lau besar diduga dibunuh oleh Shilluks di Rawa Adar, dekat tempat yang disebut koro-a-ta.
Stephens memperoleh beberapa tulang leher dari Shilluk bernama Bilaltut, dan mengirimkannya ke Jackson, yang kemudian mengirimkannya ke British Museum.
Menurut Stephens, tidak ada identitas yang diberikan oleh pihak museum, meskipun Jackson mengatakan kepada Millais bahwa tulang-tulang itu mungkin milik ular piton batu biasa.
Kapten William Hichens memperoleh ukiran kayu kepala Lau dari pematung Mshengu She Gunda dari Iramba, dekat Rawa Wembare, di wilayah Singida Tanzania.
Mshengu, yang berburu di rawa-rawa Nilotic dan dekat Danau Victoria, sangat percaya pada Lau, beragumen bahwa Hichens harus melihat binatang itu sendiri untuk mempercayainya.
Bernard Heuvelmans dan Roy P. Mackal mengidentifikasi ukiran itu sebagai topeng tari, dan Mackal berpendapat bahwa foto ukiran Hichens, tidak begitu membantu mengidentifikasi makhluk yang disebut Lau.
Kemungkinan penjelasan
Deskripsi Lau anehnya kontradiktif (bertentangan). Heuvelmans berpendapat bahwa "lau" adalah istilah yang diterapkan pada ular air besar, dan bahwa cryptozoologi lau sebenarnya adalah cryptid gabungan berdasarkan pengamatan makhluk tersebut.
Nama Lau sudah dikacaukan sejak pertama muncul, karena Jackson mencatat bahwa, sementara Nuer dan Dinka menyebutnya sebagai lau, Shilluk menyebutnya nyāl, sebuah istilah yang digunakan untuk ular piton dalam bahasa lain.
Di sisi lain, Stephens, mengklaim bahwa Shilluk, Nuer, dan Dinka, semuanya menggunakan nama lau, sedangkan Owen menulis bahwa jâk-anywong adalah istilah yang dipakai Nuer.
Heuvelmans mengidentifikasi sejumlah hewan ular, kebanyakan ikan, yang dia yakini telah menginspirasi lau.
Heuvelmans menyarankan bahwa jambul lau mungkin berasal dari pengamatan terhadap Nile bichir (Polypterus bichir), di mana semua Nile bichir memiliki deretan sirip punggung yang menonjol seperti jambul di sepanjang punggungnya.
Bernard Heuvelmans dan Roy P. Mackal mengidentifikasi ukiran itu sebagai topeng tari, dan Mackal berpendapat bahwa foto ukiran Hichens, tidak begitu membantu mengidentifikasi makhluk yang disebut Lau.
Deskripsi Lau anehnya kontradiktif (bertentangan). Heuvelmans berpendapat bahwa "lau" adalah istilah yang diterapkan pada ular air besar, dan bahwa cryptozoologi lau sebenarnya adalah cryptid gabungan berdasarkan pengamatan makhluk tersebut.
Nama Lau sudah dikacaukan sejak pertama muncul, karena Jackson mencatat bahwa, sementara Nuer dan Dinka menyebutnya sebagai lau, Shilluk menyebutnya nyāl, sebuah istilah yang digunakan untuk ular piton dalam bahasa lain.
Di sisi lain, Stephens, mengklaim bahwa Shilluk, Nuer, dan Dinka, semuanya menggunakan nama lau, sedangkan Owen menulis bahwa jâk-anywong adalah istilah yang dipakai Nuer.
Heuvelmans mengidentifikasi sejumlah hewan ular, kebanyakan ikan, yang dia yakini telah menginspirasi lau.
Heuvelmans menyarankan bahwa jambul lau mungkin berasal dari pengamatan terhadap Nile bichir (Polypterus bichir), di mana semua Nile bichir memiliki deretan sirip punggung yang menonjol seperti jambul di sepanjang punggungnya.
Meskipun tidak besar, bentuknya secara samar seperti ular, dan siripnya cukup tajam untuk mengoyak daging.
Ikan lungfish (Protopterus aethiopicus) dari lahan basah Nilotic mungkin juga telah mempengaruhi lau, karena berhibernasi di bawah lumpur dan bisa sangat ganas jjika diganggu.
Ikan lungfish (Protopterus aethiopicus) dari lahan basah Nilotic mungkin juga telah mempengaruhi lau, karena berhibernasi di bawah lumpur dan bisa sangat ganas jjika diganggu.
Hewan ini juga mampu meniru gaya ular yang akan menyerang dengan mengangkat dirinya sendiri dengan siripnya.
Ciri lau seperti dugaan tentakel dan kebiasaanya menculik manusia dari sampan, mengingatkan Heuvelmans pada gurita air tawar yang dilaporkan dari tempat lain di Afrika.
Bagaimanapun, sebagian besar ciri lau dapat ditemukan dalam keluarga ikan lele, di mana banyak spesiesnya hidup di perairan berlumpur Sungai Nil dan danau, dan rawa-rawanya.
"Rambut" atau "tentakel" lau mungkin adalah sungut atau kumis dari ikan lele.
Lele Afrika tertentu, seperti African sharptooth catfish, juga mampu menghirup udara, sehingga mereka bergerak juga di darat. Untuk memfasilitasi udara pernapasan mereka, lele ini memiliki dua kantung panjang yang menghasilkan suara gemuruh yang dapat terdengar.
Ciri lau seperti dugaan tentakel dan kebiasaanya menculik manusia dari sampan, mengingatkan Heuvelmans pada gurita air tawar yang dilaporkan dari tempat lain di Afrika.
Bagaimanapun, sebagian besar ciri lau dapat ditemukan dalam keluarga ikan lele, di mana banyak spesiesnya hidup di perairan berlumpur Sungai Nil dan danau, dan rawa-rawanya.
"Rambut" atau "tentakel" lau mungkin adalah sungut atau kumis dari ikan lele.
Lele Afrika tertentu, seperti African sharptooth catfish, juga mampu menghirup udara, sehingga mereka bergerak juga di darat. Untuk memfasilitasi udara pernapasan mereka, lele ini memiliki dua kantung panjang yang menghasilkan suara gemuruh yang dapat terdengar.
Lele ini juga menghabiskan musim kemarau di lubang-lubang, dan hanya muncul pada malam hari, yang juga merupakan ciri dari lau.
Sementara banyak ikan lele terkenal agresif, kepercayaan bahwa lau dapat menyerang manusia dalam sekejap, secara khusus mungkin berasal dari ikan lele listrik yang mampu menghasilkan sengatan listrik antara 300 dan 400 volt. Itu mungkin terlalu lemah untuk membunuh seorang pria, tetapi itu tetap mengesankan.
Sementara banyak ikan lele Nilotic tidak terlalu menyerupai ular, Heuvelmans berpendapat bahwa ada kecenderungan terhadap panjang pada ikan lele, yang ditandai pada genus Channallabes dan Gymnalabes Afrika Barat yang mirip dengan belut.
Sementara banyak ikan lele terkenal agresif, kepercayaan bahwa lau dapat menyerang manusia dalam sekejap, secara khusus mungkin berasal dari ikan lele listrik yang mampu menghasilkan sengatan listrik antara 300 dan 400 volt. Itu mungkin terlalu lemah untuk membunuh seorang pria, tetapi itu tetap mengesankan.
Sementara banyak ikan lele Nilotic tidak terlalu menyerupai ular, Heuvelmans berpendapat bahwa ada kecenderungan terhadap panjang pada ikan lele, yang ditandai pada genus Channallabes dan Gymnalabes Afrika Barat yang mirip dengan belut.
Bagaimanapun, tidak ada lele yang diketahui yang dapat menjelaskan lau secara keseluruhan, karena tidak ada lele Afrika yang mencapai ukuran lau.
Lele yang terbesar adalah vundu dari Sungai Nil yang mungkin juga terlibat dalam identitas lau. Perlu diketahui juga bahwa ikan lele raksasa, juga adalah makhluk cryptid yang dilaporkan dari seluruh dunia termasuk negara-negara di Afrika Selatan dan Republik Demokratik Kongo.
Lele yang terbesar adalah vundu dari Sungai Nil yang mungkin juga terlibat dalam identitas lau. Perlu diketahui juga bahwa ikan lele raksasa, juga adalah makhluk cryptid yang dilaporkan dari seluruh dunia termasuk negara-negara di Afrika Selatan dan Republik Demokratik Kongo.
Heuvelmans berpendapat bahwa tidak adanya ikan lele yang benar-benar raksasa di perairan Afrika yang luas sangat mengejutkan, mengingat fakta bahwa ikan lele sering kali merupakan ikan terbesar di Eropa, Asia, dan Amerika.
Selanjutnya, Heuvelmans berpendapat bahwa lau bisa jadi adalah spesies ikan lele raksasa yang tinggal di rawa-rawa yang belum ditemukan.
Heuvelmans merasa bahwa ukuran lau yang sangat besar mungkin terinspirasi dari lungfish marmer dan ular python batu (Python sebae).
Selanjutnya, Heuvelmans berpendapat bahwa lau bisa jadi adalah spesies ikan lele raksasa yang tinggal di rawa-rawa yang belum ditemukan.
Heuvelmans merasa bahwa ukuran lau yang sangat besar mungkin terinspirasi dari lungfish marmer dan ular python batu (Python sebae).
William Hichens dan Bernard Heuvelmans mempertimbangkan kemungkinan bahwa lau bisa jadi adalah jenis hewan yang sama dengan lukwata, yang menurut uraian Hichens, lukwata memiliki beberapa ciri yang sama dengan lau.
Heuvelmans juga mengidentifikasi lukwata sebagai makhluk dari gabungan pengamatan, meskipun dia percaya bahwa salah satu komponen utamanya adalah ikan lele raksasa, sehingga mendukung teori Hichens.
Namun, Heuvelmans pada akhirnya menyimpulkan bahwa lau mungkin memang ikan lele menyerupai ular berukuran raksasa yang belum diketahui oleh sains.
Sumber: Blog Misteri Tesla
Komentar
Posting Komentar